Jumat, 04 Maret 2016

Kisah Menyentuh Gara-Gara Minion | Karya siswa SMK N 1 Rembang

Pengorbanan Minion

Guguran daun kering itu menghujaniku ketika tengah bersantai duduk di taman kota. Bersama minion kecil aku menunggu seseorang yang sejak tiga puluh menit lalu kutunggu kedatangannya. Dialah Laskar, teman lamaku yang berpisah tujuh tahun lalu. Bukannya Laskar yang datang, namun dua anak kecil  dengan memakai sandal warna berbeda datang menghampiriku dan memainkan gitar kecil yang dikalungkan dilehernya. Jari-jari mungil itu begitu mahir memainkannya dan menyanyikan lagu “ Hargai Aku “ dari Armada.

            Miris rasanya mendengar mereka bernyanyi. Sepertinya lagu itu mewakilkan suasana hati mereka. Ketika lagu sudah habis, aku sengaja tidak memberinya uang. Aku terus menatap mata kedua anak itu. “ Ada apa? Kami hanya mencari uang untuk makan, kami bukan anak nakal,” kata anak laki-laki yang sepertinya kakaknya. Aku tersenyum kecil mendengar anak itu mengatakan hal tersebut. “ Hehe, sini duduk disampingku,” aku meletakkan minion yang ada disampingku ke pangkuanku dan meminta mereka masing-masing duduk disampingku.

            Aku teringat kalau di dalam tasku ada sebotol air minum dan makanan ringan. “ Kalian pasti capek, aku kasih makanan gimana? Soalnya aku nggak bawa uang,” kataku sambil mengeluarkan makanan dari dalam tas. “ Mau.... Mau mbak,” jawab mereka serempak.

            Mereka menikmati makanan yang kuberikan. Aku terus menanyakan keberadaan Laskar yang katanya sebentar lagi akan sampai. Anak perempuan kecil yang ada disamping kiriku terus melirik minion kecilku. Aku menoleh ke arahnya dan mengatakan,” Kamu suka ya sama boneka ini? Ini namanya minion. Tokoh animasi favoritku dan Laskar.” “ Apa aku boleh memilikinya?,” pertanyaan anak perempuan itu mengagetkanku. Aku bingung, apakah aku harus memberikan minion  ke anak itu? Padahal aku sengaja membelinya untuk Laskar. “ Maafkan Pasya, mbak.,”kata anak lelaki yang membuyarkan fikiranku. “ Oooh, namamu Pasya. Kalau kamu?,” tanyaku ramah.” Aku Rasya,” jawabnya.

            Tak kusangka, ditengah asyiknya aku ngobrol dengan pengamen cilik itu Laskar datang dari arah depan. Kami saling melempar senyum dan bersalaman. “ Kamu enggak berubah Set, masih suka pakai celana,” kata Laskar yang kemudian bertanya menggunakan bahasa isyarat mengenai dua anak kecil itu. “ Ini Pasya, dan ini Rasya,” aku memerkenalkan Laskar kepada anak-anak itu. Sifatnya yang sama denganku, membuatnya mudah akrab dengan mereka. Itulah yang aku suka dari Laskar. Meskipun begitu dia tetap sahabat baikku.

            Minion kecilku seolah-olah membisikkan sesuatu. Aku menarik tangan Laskar dan berbicara berbisik,” Las, sebenarnya minion ini untukmu. Tapi mereka menyukainya. Gimana? Aku kasih ke mereka gak apa kan?,” “ Kasih aja, nanti kita beli lagi,”. Mendengar jawaban Laskar,akhirnya aku memberikan  minion kecil itu ke mereka. Aku senang melihat senyum Pasya ketika memeluk minion kecilku. Kemudian mereka berpamitan kepada kami untuk melanjutkan pekerjaan mereka.


            *Anak-anak seperti Rasya dan Pasya ( bukan nama asli ) seharusnya menikmati pendidikan yang layak . Aku tidak tahu, apakah mereka sekolah atau tidak. Di usia mereka, aku menikmati uang jajan dari orangtuaku. Sedangkan mereka susah payah mencari uang di usia yang bisa dibilang belia. Aku selalu melihat mereka ngamen di lampu merah dekat Toko Pink. Dengan dibonceng temanku, aku perhatikan mereka. Aku bertanya-tanya, di mana orang tuanya?. Tidak jauh-jauh menuju Ibukota, di kota sendiri ternyata banyak anak yang bekerja di jalanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar