Pengorbanan Minion
Guguran daun kering itu menghujaniku ketika tengah bersantai
duduk di taman kota. Bersama minion kecil aku menunggu seseorang yang sejak
tiga puluh menit lalu kutunggu kedatangannya. Dialah Laskar, teman lamaku yang berpisah
tujuh tahun lalu. Bukannya Laskar yang datang, namun dua anak kecil dengan memakai sandal warna berbeda datang
menghampiriku dan memainkan gitar kecil yang dikalungkan dilehernya. Jari-jari
mungil itu begitu mahir memainkannya dan menyanyikan lagu “ Hargai Aku “ dari
Armada.
Miris rasanya mendengar mereka
bernyanyi. Sepertinya lagu itu mewakilkan suasana hati mereka. Ketika lagu
sudah habis, aku sengaja tidak memberinya uang. Aku terus menatap mata kedua
anak itu. “ Ada apa? Kami hanya mencari uang untuk makan, kami bukan anak
nakal,” kata anak laki-laki yang sepertinya kakaknya. Aku tersenyum kecil
mendengar anak itu mengatakan hal tersebut. “ Hehe, sini duduk disampingku,”
aku meletakkan minion yang ada disampingku ke pangkuanku dan meminta mereka
masing-masing duduk disampingku.
Aku teringat kalau di dalam tasku
ada sebotol air minum dan makanan ringan. “ Kalian pasti capek, aku kasih
makanan gimana? Soalnya aku nggak bawa uang,” kataku sambil mengeluarkan
makanan dari dalam tas. “ Mau.... Mau mbak,” jawab mereka serempak.
Mereka menikmati makanan yang
kuberikan. Aku terus menanyakan keberadaan Laskar yang katanya sebentar lagi
akan sampai. Anak perempuan kecil yang ada disamping kiriku terus melirik
minion kecilku. Aku menoleh ke arahnya dan mengatakan,” Kamu suka ya sama
boneka ini? Ini namanya minion. Tokoh animasi favoritku dan Laskar.” “ Apa aku
boleh memilikinya?,” pertanyaan anak perempuan itu mengagetkanku. Aku bingung,
apakah aku harus memberikan minion ke
anak itu? Padahal aku sengaja membelinya untuk Laskar. “ Maafkan Pasya, mbak.,”kata
anak lelaki yang membuyarkan fikiranku. “ Oooh, namamu Pasya. Kalau kamu?,”
tanyaku ramah.” Aku Rasya,” jawabnya.
Tak kusangka, ditengah asyiknya aku
ngobrol dengan pengamen cilik itu Laskar datang dari arah depan. Kami saling
melempar senyum dan bersalaman. “ Kamu enggak berubah Set, masih suka pakai
celana,” kata Laskar yang kemudian bertanya menggunakan bahasa isyarat mengenai
dua anak kecil itu. “ Ini Pasya, dan ini Rasya,” aku memerkenalkan Laskar
kepada anak-anak itu. Sifatnya yang sama denganku, membuatnya mudah akrab
dengan mereka. Itulah yang aku suka dari Laskar. Meskipun begitu dia tetap
sahabat baikku.
Minion kecilku seolah-olah
membisikkan sesuatu. Aku menarik tangan Laskar dan berbicara berbisik,” Las,
sebenarnya minion ini untukmu. Tapi mereka menyukainya. Gimana? Aku kasih ke
mereka gak apa kan?,” “ Kasih aja, nanti kita beli lagi,”. Mendengar jawaban
Laskar,akhirnya aku memberikan minion
kecil itu ke mereka. Aku senang melihat senyum Pasya ketika memeluk minion
kecilku. Kemudian mereka berpamitan kepada kami untuk melanjutkan pekerjaan
mereka.
*Anak-anak seperti Rasya dan Pasya (
bukan nama asli ) seharusnya menikmati pendidikan yang layak . Aku tidak tahu,
apakah mereka sekolah atau tidak. Di usia mereka, aku menikmati uang jajan dari
orangtuaku. Sedangkan mereka susah payah mencari uang di usia yang bisa
dibilang belia. Aku selalu melihat mereka ngamen di lampu merah dekat Toko Pink.
Dengan dibonceng temanku, aku perhatikan mereka. Aku bertanya-tanya, di mana
orang tuanya?. Tidak jauh-jauh menuju Ibukota, di kota sendiri ternyata banyak
anak yang bekerja di jalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar