Minggu, 21 Februari 2016

Cerpen Remaja Terbaru 2016, Anak SMK N 1 Rembang


 November Tetap Setia



N
ovember  sudah tiba. Namun, di pertengah bulan ini hujan belum  kunjung datang. Hanya  panas,mendung, dan angin kencang yang melewati musim kota Rembang. Seakan manusia di PHPin alam. Pagi ini, aktivitas sekolah berjalan seperti biasa. Padahal sudah pukul 06.45 masih  belum terasa hangatnya matahari.
Aira Futaba berjalan menyusuri koridor sekolah. Sudah banyak siswa yang berlalu lalang menuju kelas. Tak sedikit pula siswa yang masih ngetem di gazebo dan kopsis sekolah. Pemandangan biasa untuk anak STM seperti dirinya. Ia terus tersenyum dan menyapa orang yang ia lewati. Langkahnya terhenti ketika sampai di depan papan pengumuman. Ya, daftar nama anak kelas XII yang menjadi peserta UN nanti.  Jari telunjuknya menyusuri presensi kelas XII otomotif dan berhenti  di nomor 8, Agasi Andrea Fuko. Lelaki yang empat bulan terakhir ini menjadi penyemangatnya.

“Airaaaa!”. Suara itu bersamaan memanggil namanya. Naomi dan Erika dengan senyuman merekah, mereka berlari menghampiri Aira. Mereka bertiga bersahabat sejak kelas 1 SMP, dan masih setia sampai menjadi siswa kelas XI computer jaringan di STM ini.

“Semangat Ra, jangan menyerah!!” Naomi menepuk pundak Aira ketika menyadari apa yang Aira lakukan pagi ini. Aira tertawa dan mengedipkan mata kirinya tanpa berkata apapun. Kemudian, mereka berjalan bersama menuju kelas. Di perjalanan, Erika mengatakan kalau jam pelajaran pertama hari ini kosong karena para guru sedang rapat.

Suara servis bola voli terdengar keras sampai ke dalam kelas Aira,  karena  lapangan voli terletak di depan kelasnya. Ia menulis sambil tersenyum membayangkan Agasi yang tengah berolahraga. Ia juga sudah mengira kalau servis itu aksi Agasi. Naomi dan Erika yang duduk di belakangnya ikut senang melihat Aira yang senyum-senyum sendiri dan semangat mengerjakan tugas. Sampai akhirnya bel pergantian jam berbunyi dan tugas siap dikumpulkan. Tak hanya sampai disitu saja semangat Aira. Jam pelajaran berikutnya sampai akhir masih diikuti dengan semangat dan keaktivan diri.

“Ra, kamu mau bonceng aku atau Erika?” tanya Naomi yang masih berkemas buku pelajaran.
“Eh sorry, aku belum bilang sama kalian. Mulai hari ini aku bawa motor sendiri kok,” kata Aira.
“Wah, ciee udah berani ama jalan raya nih Aira sayang,” Erika menyahut yang tiba-tiba muncul dari luar kelas.
“Iya, Aira gitu Loh. Em BTW, kalian berdua pulang dulu gih. Aku ada janji sama si Fuko,”
“Cieee Fuko. Fuko itu Agasi kan?”
“Iya, aku dan dia sepakat manggil nama belakang. Aku manggil dia Fuko dan dia manggil aku Futaba. Xixixi,” jawab Aira dengan nyengir kuda.
“Ok sayang kami ngerti kok. Pulang dulu ya,” Naomi dan Erika memeluk Aira.

Tiga puluh menit Aira menunggu Agasi di lapangan voli. Ia juga sudah siap dengan pakaian olahraga dan bola volley di pelukannya. Belum ada tanda-tanda kedatangan Agasi, padahal kelasnya sudah sepi. Hawa dingin meresap ke pori-pori kulit. Kicauan burung gereja seakan menyuruhnya untuk pergi. Namun, hati kecilnya mengalahkan kicauan burung itu.  Angin yang menghembus butiran debu di lapangan sesekali masuk ke matanya.

“Jangan dikucek!” suara itu menyeru ketika Aira hendak mengucek matanya. Perlahan Aira membuka mata dan orang yang ia tunggu datang juga. Agasi tersenyum dan meminta maaf atas keterlambatannya karena ada bimbingan tambahan di bengkel otomotif.  Sesuai janji, Agasi mengajari Aira teknik dalam olahraga voli. Hanya ada mereka berdua di lapangan itu. Meskipun masih ada siswa, itupun anak-anak OSIS dan Pramuka yang stand by di basecamp masing-masing.

Sabtu malam tepatnya pukul 19.00 WIB. Aira, Naomi, dan Erika janjian di kedai ice cream taman kota. Tempat yang selalu mereka kunjungi tiap malam minggu. Namun, malam ini Aira mengabari Naomi dan Erika yang sudah lima menit stand by di lokasi kalau ia datang terlambat karena  mengantarkan ibunya ke rumah sakit menjenguk tetangga yang sudah seminggu di rawat. Tentu saja mereka memaklumi keadaan sahabatnya ini.

“Nom, kita harus bantuin Aira buat ngedapetin Agasi,” kata Erika mengawali pembicaraan.
“Aku sih pengennya gitu. Tapi masalahnya, kita kan gak kenal-kenal amat sama si Agasi,” jawab Naomi sambil BBMan sama Aira.
“ Kan kamu denger sendiri dari Aira, kalau Agasi itu orangnya manis, baik, kalem, dan masih jomblo. Dia juga nggak pernah tuh keluar malem ama cewek yang bukan muhrim,” Erika mengingatkan cerita Aira waktu itu.
“OH MY GOD!!! Nggak salah!?” Tiba-tiba Naomi menggebrak meja dan matanya melotot. Seolah-olah melihat sesuatu yang ia benci. Erika yang duduk di depannya kaget sambil beristigfar mengelus dadanya.
“Gitu dibilang nggak pernah keluar male m ama cewek!!?” Naomi memegang kepala Erika dan memintanya menoleh ke belakang. Ekspresi yang sama dari raut Erika. Baru saja mereka membicarakan Agasi. Ternyata Agasi juga ada di tempat itu dengan cewek lain. Jelas berbeda jauh dengan cerita Aira waktu itu.  Erika sudah siap dengan kepalan tangannya, namun Naomi mencegahnya melakukan hal riskan yang akan merugikan sahabatnya.

Pesan BBM Naomi berbunyi, itu dari Aira. Ia mengabarkan kalau sudah sampai di taman. Keadaan yang tidak memungkinkan. Di tempat itu ada Agasi dan cewek lain, kalau Aira datang kesitu pasti akan sangat menyakitkan untuknya. Segera mereka berlari menemui Aira yang belum masuk ke kedai itu.

Beruntung. Aira masih stand by di motornya.
“Kenapa lari-lari gitu? Hahaaa, yok cabut ke kedai udah gak sabar nih,” kata Aira dengan terburu-buru meletakkan helmnya di stang motor.
“Eits, mending kita ke kedai jus dan bakery yang itu. Soalnya tadi di kedai ice cream ada orang aneh. Takutnya mereka orang jahat, Ra. Makanya kita lari kayak gini,” Erika menunjuk kedai yang ada di seberang jalan dan terpaksa berbohong. Tanpa rasa curiga, Aira mengangguk dan percaya apa yang dikatakan sahabatnya itu. Namun dalam hati Erika dan Naomi merasa bersalah karena tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Sampai di kedai jus. Mereka yang mempunyai selera yang sama memesan tiga makanan dan minuman yang sama pula, yaitu jus alpukat tanpa susu dan rainbowcake. Senda gurau berhias di acara mereka ini. Tanpa dilewatkan pembahasan terupdate tentang Agasi. Erika dan Naomi tampak berkaca-kaca mendengarkan cerita Aira  yang begitu antusias.  Aira bahkan belum tahu berita terrrrrrrupdate si Agasi.

“Nom,Er… Kemarin aku pulang bareng sama Fuko soalnya mot…” Aira berhenti berkata ketika tiba-tiba Naomi dan Erika memeluknya. Mereka berdua tidak melepaskan pelukan sebelum berhenti menangis. Aira yang tidak tahu apapun hanya mengucapkan terimakasih dan membalas pelukan hangat mereka.

Hujan November yang ditunggu turun juga. Meskipun bulan ini hampir habis, Tuhan masih memberikan karunia luar biasa. Cuaca kota Rembang berubah dingin, dan gerimis yang tiap pagi mengantarkan perjalanan para pengemudi maupun pejalan kaki. Pohon-pohon di pinggir jalan yang semula tak ada daun, mulai menghijau dan basah tersiram air hujan.

Sore itu, hujan turun deras. Para siswa STM yang tidak membawa jas hujan terpaksa tetap tinggal di sekolahan.  Ada pula yang berlarian masuk ke bis yang setia menunggu mereka keluar dari sekolah.
“Futaba, kok belum pulang? Perasaan ke-2 temenmu tadi udah pulang,” Agasi keluar dari musola  dan  menghampiri Aira yang menyandarkan tubuhnya di dinding  musola.
“Fuko? Iya, soalnya aku nungguin kamu. Eh, ini pakai jas hujan ku,”
“Lhoh? Terus kamu nanti gimana?”kata Agasi tidak enak hati.
“Ahhh, di motor masih ada satu lagi. Dulu kan kamu pernah minjemin aku dasi waktu upacara hari senin. So, aku juga mau berbuat baik sama kamu,”
“Oh itu. Haha masih inget yak? Wah, baik banget nih anak. Thanks Futaba-chan,”Agasi tersenyum dan mengelus poni Aira.
“Iya Agasi-Kun. Hehe,” kata Aira.
“Kita cocok jadi pasangan hari senin,” kata Agasi menatap mata Aira.
“???”
Hubungan yang sulit di tebak antara Agasi dan Aira. Mereka selalu bersama ketika hari senin. Setiap pulang sekolah selalu mereka berdua yang menguasai lapangan volley. Bahkan teman-teman sekelas Agasi mengira mereka berdua berpacaran, namun Agasi menyangkalnya. Ia mengatakan kalau hubungannya dengan Aira hanya sebatas kakak-adik.

Tiap kali Aira bertemu Royan, teman sekelas Agasi ia selalu menanyakan Agasi. Awalnya Royan menjawabnya dengan penuh kerja sama, namun lama-kelamaan ia seakan risih dan spontan mengatakan,”Cukup Ra!!! Agas nggak pernah nanyain soal kamu, tapi kenapa kamu tanya soal dia terus!? Padahal ada orang yang lebih care sama kamu!”  Seperti tertusuk duri. Hatinya terasa sakit, Aira tak sanggup berkata  ketika mendengar ucapan Royan. Air matanyapun tak kuasa ia tahan. Senyum semangat Aira berubah menjadi kesedihan. Mukanya terlihat memerah ketika angin sejuk menyibak rambutnya .

“Aira Futaba? Maafkan aku!” kata Royan. Ia merasa bersalah mengatakan itu. Ia tak memikirkan sisi lemah Aira, yang ia tahu Aira gadis yang kuat dan selalu tertawa.
Aira tersimpuh sambil menutup wajahnya dengan tas. Ia kembali bernostalgia kebersamaannya dengan Agasi. Ketika pulang bersama, main volley, telfon-telfonan, saling menyapa dengan nama berbeda dari yang lain, ke- pantai di hari minggu, mengclaim bahwa mereka pasangan hari senin, dan ketika ia menemani Agasi membuat laporan prakerin di rumahnya. Ia mulai sadar, hal itu wajar dilakukan teman kepada teman.

Hingga suatu saat, ketika langit kota kembali cerah ada sesuatu yang hilang dari Aira. Naomi dan Erika yang setiap hari mendengarkan ceritanya tentang Agasi seperti sudah the end. Ada sedikit rasa senang dalam hati mereka berdua, namun perasaan yang dialami Aira juga mereka rasakan.
“Ra, kenapa?” kata Erika dengan lembut.
“Dia tidak membalas smsku. Terakhir kali tanggal 22 November. Biasanya tiap malming juga smsan sama aku, tapi malming kemarin dia mengabaikan pesanku. Hah, sepertinya aku terlalu berharap,” Aira mengatakan itu seolah-olah ingin menangis, namun ia berusaha untuk tertawa di depan sahabatnya.
Di jam istirahat, diam-diam Erika dan Naomi datang ke kelas XII otomotif. Bukan Agasi yang ia cari, tapi si Royan. Mereka tidak terima ketika tahu apa yang Royan katakan ke Aira. Namun, dengan rayuan maut Naomi akhirnya Royan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

“Huuuhhff!!! Bisa-bisanya si Agasi PHPin Aira,” Erika mengibaskan kipasnya dan mengusap keringat yang menempel di wajahnya.
“Iya nih. Awalnya aku dukung Aira ngejar-ngejar Agas. Tapi pas udah tahu si agas itu gimana, ogah dah. Mending Aira jadian ama si royan. Toh dia juga suka sama Aira,” sahut Naomi .
“Emang Agasi orangnya gimana?” tiba-tiba Aira datang di tengah-tengah mereka. Suasana menjadi hening. Mereka berdua tak berani berkata. Namun, dengan sikap aira yang pengertian dan kembali dengan senyumnya membuat mereka berani mengatakan hal sebenrnya. Mulai dari pertama yang mereka lihat di kedai ice cream malam itu sampai penjelasan dari Royan.

“Aku udah bangga punya kalian berdua. Bener kok apa kata Royan waktu itu. Nggak ada gunanya mikirin Agasi untuk saat ini. Suatu saat pasti akan terjadi hal yang luar biasa. So, aku gak akan pacaran untuk tahun ini. Biar cintaku buat kalian aja deh,”Aira telah bangkit dari keterpurukan dan  kembali seperti dulu lagi menjadi Aira yang bijak dan tegar penuh semangat.

“Airaaaa, so sweet banget,”  Naomi dan Erika yang mendengar jawaban Aira segera memeluknya. Mereka tak ingin berpisah, akan selalu membantu, dan mendukung satu sama lain.




Profil penulis
Nama   : Setia Wahyu Utami
TTL     : Rembang,26 Juni 1999
Sekolah: SMK N 1 Rembang
Fb        : Setia W U
Twitter: Setia W U@gueaslisetia
Email   : setiayuta@gmail.com