November Tetap Setia
N
|
ovember sudah tiba. Namun, di pertengah bulan ini
hujan belum kunjung datang. Hanya panas,mendung, dan angin kencang yang melewati
musim kota Rembang. Seakan manusia di PHPin alam. Pagi ini, aktivitas sekolah
berjalan seperti biasa. Padahal sudah pukul 06.45 masih belum terasa hangatnya matahari.
Aira Futaba berjalan menyusuri
koridor sekolah. Sudah banyak siswa yang berlalu lalang menuju kelas. Tak
sedikit pula siswa yang masih ngetem di gazebo dan kopsis sekolah. Pemandangan
biasa untuk anak STM seperti dirinya. Ia terus tersenyum dan menyapa orang yang
ia lewati. Langkahnya terhenti ketika sampai di depan papan pengumuman. Ya,
daftar nama anak kelas XII yang menjadi peserta UN nanti. Jari telunjuknya menyusuri presensi kelas XII
otomotif dan berhenti di nomor 8, Agasi
Andrea Fuko. Lelaki yang empat bulan terakhir ini menjadi penyemangatnya.
“Airaaaa!”. Suara itu bersamaan
memanggil namanya. Naomi dan Erika dengan senyuman merekah, mereka berlari
menghampiri Aira. Mereka bertiga bersahabat sejak kelas 1 SMP, dan masih setia
sampai menjadi siswa kelas XI computer jaringan di STM ini.
“Semangat Ra, jangan menyerah!!”
Naomi menepuk pundak Aira ketika menyadari apa yang Aira lakukan pagi ini. Aira
tertawa dan mengedipkan mata kirinya tanpa berkata apapun. Kemudian, mereka
berjalan bersama menuju kelas. Di perjalanan, Erika mengatakan kalau jam
pelajaran pertama hari ini kosong karena para guru sedang rapat.
Suara servis bola voli terdengar
keras sampai ke dalam kelas Aira, karena
lapangan voli terletak di depan
kelasnya. Ia menulis sambil tersenyum membayangkan Agasi yang tengah
berolahraga. Ia juga sudah mengira kalau servis itu aksi Agasi. Naomi dan
Erika yang duduk di belakangnya ikut senang melihat Aira yang senyum-senyum
sendiri dan semangat mengerjakan tugas. Sampai akhirnya bel pergantian jam
berbunyi dan tugas siap dikumpulkan. Tak hanya sampai disitu saja semangat
Aira. Jam pelajaran berikutnya sampai akhir masih diikuti dengan semangat dan
keaktivan diri.
“Ra,
kamu mau bonceng aku atau Erika?” tanya Naomi yang masih berkemas buku
pelajaran.
“Eh
sorry, aku belum bilang sama kalian. Mulai hari ini aku bawa motor sendiri
kok,” kata Aira.
“Wah, ciee udah berani ama jalan
raya nih Aira sayang,” Erika menyahut yang tiba-tiba muncul dari luar kelas.
“Iya, Aira gitu Loh. Em BTW, kalian
berdua pulang dulu gih. Aku ada janji sama si Fuko,”
“Cieee Fuko. Fuko itu Agasi kan?”
“Iya,
aku dan dia sepakat manggil nama belakang. Aku manggil dia Fuko dan dia manggil
aku Futaba. Xixixi,” jawab Aira dengan nyengir kuda.
“Ok sayang kami ngerti kok. Pulang
dulu ya,” Naomi dan Erika memeluk Aira.
Tiga puluh menit Aira menunggu Agasi
di lapangan voli. Ia juga sudah siap dengan pakaian olahraga dan bola volley
di pelukannya. Belum ada tanda-tanda kedatangan Agasi, padahal kelasnya sudah
sepi. Hawa dingin meresap ke pori-pori kulit. Kicauan burung gereja seakan
menyuruhnya untuk pergi. Namun, hati kecilnya mengalahkan kicauan burung itu. Angin yang menghembus butiran debu di lapangan
sesekali masuk ke matanya.
“Jangan dikucek!” suara itu menyeru
ketika Aira hendak mengucek matanya. Perlahan Aira membuka mata dan orang yang
ia tunggu datang juga. Agasi tersenyum dan meminta maaf atas keterlambatannya
karena ada bimbingan tambahan di bengkel otomotif. Sesuai janji, Agasi mengajari Aira teknik
dalam olahraga voli. Hanya ada mereka berdua di lapangan itu. Meskipun masih
ada siswa, itupun anak-anak OSIS dan Pramuka yang stand by di basecamp
masing-masing.
Sabtu malam tepatnya pukul 19.00
WIB. Aira, Naomi, dan Erika janjian di kedai ice cream taman kota. Tempat yang
selalu mereka kunjungi tiap malam minggu. Namun, malam ini Aira mengabari Naomi
dan Erika yang sudah lima menit stand by di lokasi kalau ia datang terlambat
karena mengantarkan ibunya ke rumah
sakit menjenguk tetangga yang sudah seminggu di rawat. Tentu saja mereka
memaklumi keadaan sahabatnya ini.
“Nom, kita harus bantuin Aira buat
ngedapetin Agasi,” kata Erika mengawali pembicaraan.
“Aku sih pengennya gitu. Tapi
masalahnya, kita kan gak kenal-kenal amat sama si Agasi,” jawab Naomi sambil
BBMan sama Aira.
“ Kan kamu denger sendiri dari Aira,
kalau Agasi itu orangnya manis, baik, kalem, dan masih jomblo. Dia juga nggak
pernah tuh keluar malem ama cewek yang bukan muhrim,” Erika mengingatkan cerita
Aira waktu itu.
“OH MY GOD!!! Nggak salah!?”
Tiba-tiba Naomi menggebrak meja dan matanya melotot. Seolah-olah melihat
sesuatu yang ia benci. Erika yang duduk di depannya kaget sambil beristigfar
mengelus dadanya.
“Gitu dibilang nggak pernah keluar
male m ama cewek!!?” Naomi memegang kepala Erika dan memintanya menoleh ke
belakang. Ekspresi yang sama dari raut Erika. Baru saja mereka membicarakan
Agasi. Ternyata Agasi juga ada di tempat itu dengan cewek lain. Jelas berbeda
jauh dengan cerita Aira waktu itu. Erika
sudah siap dengan kepalan tangannya, namun Naomi mencegahnya melakukan hal
riskan yang akan merugikan sahabatnya.
Pesan BBM Naomi berbunyi, itu dari
Aira. Ia mengabarkan kalau sudah sampai di taman. Keadaan yang tidak
memungkinkan. Di tempat itu ada Agasi dan cewek lain, kalau Aira datang kesitu
pasti akan sangat menyakitkan untuknya. Segera mereka berlari menemui Aira yang
belum masuk ke kedai itu.
Beruntung. Aira masih stand by di
motornya.
“Kenapa lari-lari gitu? Hahaaa, yok
cabut ke kedai udah gak sabar nih,” kata Aira dengan terburu-buru meletakkan
helmnya di stang motor.
“Eits, mending kita ke kedai jus dan
bakery yang itu. Soalnya tadi di kedai ice cream ada orang aneh. Takutnya
mereka orang jahat, Ra. Makanya kita lari kayak gini,” Erika menunjuk kedai
yang ada di seberang jalan dan terpaksa berbohong. Tanpa rasa curiga, Aira
mengangguk dan percaya apa yang dikatakan sahabatnya itu. Namun dalam hati
Erika dan Naomi merasa bersalah karena tidak menjelaskan apa yang sebenarnya
terjadi.
Sampai di kedai jus. Mereka yang
mempunyai selera yang sama memesan tiga makanan dan minuman yang sama pula,
yaitu jus alpukat tanpa susu dan rainbowcake. Senda gurau berhias di acara
mereka ini. Tanpa dilewatkan pembahasan terupdate tentang Agasi. Erika dan
Naomi tampak berkaca-kaca mendengarkan cerita Aira yang begitu antusias. Aira bahkan belum tahu berita terrrrrrrupdate
si Agasi.
“Nom,Er… Kemarin aku pulang bareng
sama Fuko soalnya mot…” Aira berhenti berkata ketika tiba-tiba Naomi dan Erika
memeluknya. Mereka berdua tidak melepaskan pelukan sebelum berhenti menangis.
Aira yang tidak tahu apapun hanya mengucapkan terimakasih dan membalas pelukan
hangat mereka.
Hujan November yang ditunggu turun
juga. Meskipun bulan ini hampir habis, Tuhan masih memberikan karunia luar
biasa. Cuaca kota Rembang berubah dingin, dan gerimis yang tiap pagi
mengantarkan perjalanan para pengemudi maupun pejalan kaki. Pohon-pohon di
pinggir jalan yang semula tak ada daun, mulai menghijau dan basah tersiram air
hujan.
Sore itu, hujan turun deras. Para
siswa STM yang tidak membawa jas hujan terpaksa tetap tinggal di
sekolahan. Ada pula yang berlarian masuk
ke bis yang setia menunggu mereka keluar dari sekolah.
“Futaba,
kok belum pulang? Perasaan ke-2 temenmu tadi udah pulang,” Agasi keluar dari
musola dan menghampiri Aira yang menyandarkan tubuhnya di
dinding musola.
“Fuko?
Iya, soalnya aku nungguin kamu. Eh, ini pakai jas hujan ku,”
“Lhoh?
Terus kamu nanti gimana?”kata Agasi tidak enak hati.
“Ahhh,
di motor masih ada satu lagi. Dulu kan kamu pernah minjemin aku dasi waktu
upacara hari senin. So, aku juga mau berbuat baik sama kamu,”
“Oh
itu. Haha masih inget yak? Wah, baik banget nih anak. Thanks
Futaba-chan,”Agasi tersenyum dan mengelus poni Aira.
“Iya
Agasi-Kun. Hehe,” kata Aira.
“Kita
cocok jadi pasangan hari senin,” kata Agasi menatap mata Aira.
“???”
Hubungan
yang sulit di tebak antara Agasi dan Aira. Mereka selalu bersama ketika hari
senin. Setiap pulang sekolah selalu mereka berdua yang menguasai lapangan
volley. Bahkan teman-teman sekelas Agasi mengira mereka berdua berpacaran,
namun Agasi menyangkalnya. Ia mengatakan kalau hubungannya dengan Aira hanya
sebatas kakak-adik.
Tiap kali Aira
bertemu Royan, teman sekelas Agasi ia selalu menanyakan Agasi. Awalnya Royan menjawabnya dengan penuh kerja sama, namun lama-kelamaan ia seakan risih dan
spontan mengatakan,”Cukup Ra!!! Agas nggak pernah nanyain soal kamu, tapi
kenapa kamu tanya soal dia terus!? Padahal ada orang yang lebih care
sama kamu!” Seperti tertusuk duri.
Hatinya terasa sakit, Aira tak sanggup berkata ketika mendengar ucapan Royan. Air matanyapun
tak kuasa ia tahan. Senyum semangat Aira berubah menjadi kesedihan. Mukanya
terlihat memerah ketika angin sejuk menyibak rambutnya .
“Aira Futaba? Maafkan aku!” kata
Royan. Ia merasa bersalah mengatakan itu. Ia tak memikirkan sisi lemah Aira,
yang ia tahu Aira gadis yang kuat dan selalu tertawa.
Aira tersimpuh sambil menutup
wajahnya dengan tas. Ia kembali bernostalgia kebersamaannya dengan Agasi.
Ketika pulang bersama, main volley, telfon-telfonan, saling menyapa dengan nama
berbeda dari yang lain, ke- pantai di hari minggu, mengclaim bahwa mereka pasangan
hari senin, dan ketika ia menemani Agasi membuat laporan prakerin di rumahnya.
Ia mulai sadar, hal itu wajar dilakukan teman kepada teman.
Hingga
suatu saat, ketika langit kota kembali cerah ada sesuatu yang hilang dari Aira.
Naomi dan Erika yang setiap hari mendengarkan ceritanya tentang Agasi seperti
sudah the end. Ada sedikit rasa senang dalam hati mereka berdua, namun
perasaan yang dialami Aira juga mereka rasakan.
“Ra,
kenapa?” kata Erika dengan lembut.
“Dia
tidak membalas smsku. Terakhir kali tanggal 22 November. Biasanya tiap malming
juga smsan sama aku, tapi malming kemarin dia mengabaikan pesanku. Hah,
sepertinya aku terlalu berharap,” Aira mengatakan itu seolah-olah ingin
menangis, namun ia berusaha untuk tertawa di depan sahabatnya.
Di
jam istirahat, diam-diam Erika dan Naomi datang ke kelas XII otomotif. Bukan
Agasi yang ia cari, tapi si Royan. Mereka tidak terima ketika tahu apa yang
Royan katakan ke Aira. Namun, dengan rayuan maut Naomi akhirnya Royan
menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
“Huuuhhff!!!
Bisa-bisanya si Agasi PHPin Aira,” Erika mengibaskan kipasnya dan mengusap
keringat yang menempel di wajahnya.
“Iya
nih. Awalnya aku dukung Aira ngejar-ngejar Agas. Tapi pas udah tahu si agas itu
gimana, ogah dah. Mending Aira jadian ama si royan. Toh dia juga suka sama
Aira,” sahut Naomi .
“Emang
Agasi orangnya gimana?” tiba-tiba Aira datang di tengah-tengah mereka. Suasana
menjadi hening. Mereka berdua tak berani berkata. Namun, dengan sikap aira yang
pengertian dan kembali dengan senyumnya membuat mereka berani mengatakan hal
sebenrnya. Mulai dari pertama yang mereka lihat di kedai ice cream malam itu
sampai penjelasan dari Royan.
“Aku
udah bangga punya kalian berdua. Bener kok apa kata Royan waktu itu. Nggak ada
gunanya mikirin Agasi untuk saat ini. Suatu saat pasti akan terjadi hal yang
luar biasa. So, aku gak akan pacaran untuk tahun ini. Biar cintaku buat
kalian aja deh,”Aira telah bangkit dari keterpurukan dan kembali seperti dulu lagi menjadi Aira yang
bijak dan tegar penuh semangat.
“Airaaaa,
so sweet banget,” Naomi dan Erika yang
mendengar jawaban Aira segera memeluknya. Mereka tak ingin berpisah, akan
selalu membantu, dan mendukung satu sama lain.
Profil penulis
Nama :
Setia Wahyu Utami
TTL :
Rembang,26 Juni 1999
Sekolah: SMK N 1 Rembang
Fb :
Setia W U
Twitter: Setia W U@gueaslisetia
Email : setiayuta@gmail.com