Senin, 21 Maret 2016

Cerpen Mengharukan Kasih Sayang | Tulusnya Cinta Kakak




 

 
Suara adzan subuh sudah berkumandang. Namun di ranjang masih tertidur pulas dua anak yang memeluk guling masing-masing. Mereka merupakan
kakak beradik, namanya Hamdan dan Meika. Sepertinya iblis yang menemani mereka tidur hebat juga, sampai-sampai mereka tidak mendengar suara adzan. Eh tidak!! Si Hamdan terbangun dan mengusap muka bantalnya. 
“Bangun Mey,” kata Hamdan  yang tengah membangunkan Meika sambil menguap.
” Aaaah, baru jam tiga kak,” jawab Meika malas.
 “Sudah setengah lima, ayo bangun. Bangun sendiri atau aku seret?,”  ancam Hamdan.
Karena takut, Meikapun nurut dengan perintah kakaknya. Kemudian merekapun ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan solat subuh.

**
Meika sudah rapi dengan seragam osisnya. Begitupun Hamdan yang sudah rapi pula dengan seragam kantornya. Mereka berdua duduk di meja makan untuk menunggu bunda menyiapkan makanan. Namun, Hamdan melihat ada yang aneh di penampilan Meika.
“ Mey,kuncir gih rambutmu,”pinta Hamdan. 
“ Enggak kak, nanti bergelombang,” jawab Meika sambil menata rambutnya. 
Di tengah keributan mereka dari arah dapur bunda  berteriak sambil membawa makanan.
 “ Anak-anak, sarapan sudah siap .”

Selesai makan, mereka pamit untuk berangkat bersama. Respon yang berseri dari bunda membuat mereka senang. Dengan berhati-hati, Meika mengenakan helm dan membonceng kakaknya. Kadang, Meika memang terlihat manja, namun kadang juga dia terlihat mandiri. Meika meminta supaya tidak diturunkan di depan sekolah.  Karena , Hamdan ini menjadi idola para wanita dari golongan kelas satu sampai kelas tiga. Meika takut kalau kakaknya kenapa-napa karena para wanita ini.
Sampai di kelas. Meika sudah di hadang sama Sinta dan Rona. 
“ Eh meika cantiiik. Duduk dulu sini, tadi sudah dibersihin kok,” kata sinta  yang sok manis .   “ Oh , makasih . Ada apa nih ?,” Meika duduk perlahan karena bingung. 
 “ Kamu adiknya Kak Hamdan kan Mey ?!!,”tiba-tiba Rona menggebrak meja. Sinta yang ada disampingnya mencubit lengannya. Berhubung Meika sudah mengetahui maksud mereka, iapun segera menjawab, “ Hahaha , enggak. Aku bukan adiknya Kak Hamdan. Sudahlah, sana kembali ke tempat duduk kalian.” Sinta dan Rona menurut dengan perintah Meika tadi. Namun,  mereka berbisik curiga dengan jawaban Meika.

Ketika istirahat,Meika selalu menghabiskan waktunya ke tempat fotokopi sekolah. Disitu dia membantu Pertiwi yang merupakan penjaga fotokopi. Sambil menunggu pelanggan datang , mereka mengisinya dengan saling bercurhat. 
“Mbak Tiwik bisa potong rambut?,” tanya Meika ketika asyik curhat. 
“Bisa donk. Mbak kan serba bisa. Kamu mau potong model apa lagi Mey ? Rambutmu sudah pendek mau dipendekin lagi?” ledek Pertiwi. 
“ Hehe, sudahlah nanti pulang sekolah ya mbak aku tunggu,” Meika mengedipkan matanya .
 “ Oke Mey, tapi kalau kamu nunggu di salon CITO, gimana? Soalnya aku juga kadang motong disitu,”
 “ Gampang !!! aku balik ke kelas ya Mbak,” kata Meika terburu-buru.

Bel pulang berbunyi. Meika yang ingat akan janjinyapun segera keluar kelas dan menunggu kakaknya. Beruntung, jam pulang mereka sama yaitu pukul 14.00. Di halte sekolah, Meika selalu mengawasi kanan kiri, supaya tidak ada seorangpun yang melihat dia boncengan dengan Hamdan. Kali ini , Hamdan kelihatannya terlambat. 

Beberapa saat kemudian, Hamdan datang dan menyerahkan helm.Meika teringat janjinya dengan pertiwi. Dia menyelipkan jarinya ke helm hamdan dan menarik rambutnya. 
“ Aw!! Ada apa sih Mey ?” Ujar Hamdan. 
“ Kak, anterin aku ke salon CITO sekarang. Ayok , nanti ada orang yang ngeliat kita dan tahu kalu kita ini saudara, cepeeet kaaak,”. 

Hamdan mengegas motornya dan mengantar Meika ke tempat yang diminta Meika tadi. Akhirnya, merekapun berhenti tepat di depan salon. Dari luar terlihat ada seorang wanita berkerudung membuka pintu. Dia adalah Pertiwi. Meika dan Hamdan turun dari motor dan masuk ke salon ketika Pertiwi memintanya . Meika memaksa Hamdan duduk di salah satu kursi pelanggan. 
“ Ini mbak , potong saja rambutnya yang rapppi,” kata Meika sambil merangkul kakaknya .  “Bentar !!! kamu yang bayar Me. Kamu enggak bilang-bilang dulu sama kakak,”kata Hamdan. 
“ Iya kakak. Mbak, aku enggak suka gaya rambutnya.,” jawab Meika semangat .
 Pertiwipun mulai memotong rambut Hamdan. Namun saat itu Meika tertidur.

Tangan halus itu meraba pipi Meika yang tengah tertidur di kursi. Dibukanya perlahan matanya. Dia terbelalak, dengan potongan baru kakaknya. 
“ Waaaah, ganteng banget. Makasih mbak tiwik. Berapa ?” 
“ sudahlah ,lupakan !!!” jawab pertiwi. 

**
Malam harinya, Hamdan dan Meika duduk di kursi samping rumah sambil memandang langit yang cerah dengan ditemani setoples kacang telur dan es cappuccino. Bunda yang sejak tadi melihat kebersamaan mereka hanya dari dalam, lalu melangkahkan kakinya untuk bergabung dengan mereka.

“ Cerah ya langitnya?,” suara bunda mengejutkan mereka. 
“ Bunda, sini bun duduk,” Hamdan berdiri dan  menuntun bunda duduk. Mereka bertiga bercengkerama bersama. Memang ada yang kurang dalam keluarga ini . Ayah mereka bekerja di luar negeri dan pulang enam bulan sekali. Namun , hal ini tidak membuat mereka bersedih. Meika dan hamdan selalu berusaha membuat bundanya bahagia.

“ Mey , kapan kamu melepaskan kakakmu?” tanya bunda. 
“ Maksudnya bun?” Meika kembali bertanya.
 “ Sudah lima belas tahun kamu tidur sama kakakmu. Kamu masih takut ya, Mey. Sejak kapan sih anak bunda penakut,” jawab bunda setengsh meledek meika. Meika hanya tertunduk malu kemudian menjawab,
” Sebenarnya aku mau melepaskan kakak kalau dia sudah punya istri, tapi bun malam ini aku akan memintanya untuk tidur terpisah denganku. Tapi khusus malam ini saja lho kak,” Mereka bertiga tertawa dengan jawaban Meika ini. Bunda meminta mereka masuk ketika waktu menunjukkan pukul 20.30.

Sesuai janjinya , Meika membantu membawakan bantal dan selimut kakaknya. Malam ini Hamdan tidur di depan televisi. Dengan berat hati , Meika menatakan bantal dan selimut kakaknya kemudian berbalik menuju kamarnya. 
“ Mey, tunggu !!!”, cegah hamdan. 
 "Apa kak? aku ngantuk nih…hoaaaamh,” mata meika berair .
 “ Aku suka potongan rambut ini. Makasih ya Mey, kakak sayang kamu kok. Bangun subuh ya mey,”  Meika tersenyum dan mengusap matanya lalu menuju kamar .

Dia masuk kamar dan membenamkan mukanya di bantal. Dia menangis seolah-olah ditinggal pergi oleh kakaknya. Padahal  hanya satu malam dia tidak tidur dengan kakaknya . Perlahan dia tertidur dengan foto dipelukannya.
**
“ Meikaaa…,” teriak Hamdan dari jauh dan berlari menghampiri Meika
 “ Kakak, kemana saja ?” tanya meika ketus. 
“ Tadi ketemu sama temen, kok manyun gitu bibirnya. Jelek Mey. Ini aku beliin capcin,” Hamdan mengeluarkan capcin dari dalam tasnya. Meika yang semula cemberut menjadi sumringah. Memang dengan capcin bisa membuat hatinya luluh .
 “ Makasih kakakku sayang,” kata Meika manis. Dengan cepat meika menghabiskan es itu dan mencari tempat sampah untuk membuang plastik.

Bukan hanya itu, Hamdan mengeluarkan selembar kertas dari sakunya. Belum sampai diperlihatkan ke Meika, tiba-tiba tertiup angin dan jatuh di tengah jalan raya. Hamdan berlari mengambil kertas itu , sepertinya begitu berarti baginya. Suara klakson panjang mengagetkan semua orang, termasuk Meika. Dia melihat kerumunan orang di jalan raya dan ikut melihatnya . Dia mencoba menerobos masuk dan kaget melihat korban kecelakaan itu kakaknya dan sudah dimasukkan mobil .” Aku ikut, dia kakakku.”

Tubuh Meika melemas dan histeris melihat kakaknya berlumuran darah . “ Kakaaaak , bangun !!!” Meika merelakan hamdan berbaring di pangkuannya. Mobil itu segera menuju rumah sakit. Perlahan mata hamdan membuka dan tersenyum. Dia mencoba mengusap airmata Meika. Kertas yang ada di genggamannya segera diserahkan ke Meika.

“ Mey, datang ya.. Awas kamu kalau enggak datang,” dengan kondisinya ini , Hamdan masih saja menghibur Meika. Dengan kondisi masih menangis, Meikapun menganggukkan kepalanya dan membalas senyum kakaknya. 
“ Sa kit Mey,” kata Hamdan lirih.
” Mana kak? Kakak sudah jangan ngomong lagi,” Meika semakin terisak. 
“ Bangunkan aku Mey kalau sudah sampai,” perlahan Hamdan kembali menutup matanya. 

Sampai di rumah sakit, Hamdan dibawa ke UGD. Meika menunggu diluar dan berdoa supaya Hamdan baik-baik saja. Dokter tinggi yang menangani Hamdanpun membuka pintu dan memeluk Meika. 
“ Dia meninggal waktu diperjalanan. Kamu yang sabar , Hamdan orang baik, pasti dia mudah perjalanannya,” dengan berhati-hati ia menegaskan ke Meika.
 “ Dokter kenal kakak saya ?,” tanya Meika semakin tercekit.
” Hamdan temanku, dia juga berperan membantuku untuk wisudaku kemarin,” dokter itu melepaskan pelukannya dan menangis bersama Meika.

**
Aku seharusnya menuruti kata hatiku
Berat rasanya…
Kalau saja aku tidak meninggalkan kakak
Kalau saja aku tidak membiarkan dia tidur sendiri
Kalau saja aku mencegahnya berlari
Apa dia masih hidup, Tuhan?
Aku hanya bisa menangis ketika tanah itu menimbunnya
Dia yang selalu memberiku motivasi
Dia yang menahan airmataku
Dia juga yang membuat airmataku bercucuran
Kakak, kenapa kakak tidak bisa bersabar?
Aku ingin melihat kakak menikah
Aku juga sayang kakak

Meika tersimpuh disamping gundukan makam Hamdan dan menangis. Di belakangnya juga ada bunda dan pertiwi yang berusaha menenangkan Meika. Dengan bujukan halus bundanya, Meika akhirnya mau beranjak dari tempatnya. Mereka bertiga pulang dan semilir angin sejuk melewati wajah Meika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar