Berlalu
Jalanan masih sepi.
Awal Desember pagi yang dingin, bersama dengan rintik-rintik
gerimis mengantarkan gadis itu ke sekolah.
Ryota Jane. Ia membuka kaca helm yang buram karena dipenuhi
rintik-rintik air. Sesekali angin dingin menghembus dari arah depannya. Dingin
pagi itu terasa sampai ke tulang-tulangnya. Ditambah lagi rasa sakit dihatinya.
Sakit sekali…..
Jane duduk di kursi depan perpustakaan sendirian, dengan sesuatu di
pangkuannya. Ah, sebuah sketsa gambar seseorang. Belum terlihat jelas siapakah
orang itu.
“Hemmm, siapa tuh? Abstrak banget mukanya. Hahaha,” suara keras
yang seketika mengagetkan Jane. Hampir saja, ia memukul orang itu dengan
tasnya. Namun, aksinya batal karena orang itu membawakan susu coklat hangat
untuknya. Dia adalah Kevin. Kakak kelas Jane yang bernasib sejiwa
sepenanggungan dengannya. Mereka
sama-sama bermasalah dalam urusan asmara. #Pffft J. Pertemuan tidak sengaja dua minggu yang lalu membuat
mereka dekat kemudian berteman.
“ Jujur deh sama aku, kamu beneran suka sama Aji?” Pertanyaan tak
terduga keluar dari mulut Kevin. Spontan
saja Jane menyemburkan susu yang diminumnya ke wajah Kevin. “ Gileee, nggak lah. Becanda lah yang kemaren
itu. Hissssh, kau nih gossip boy. Lagian aku suka sama orang ini nih,”
Jane menunjukkan gambarnya tepat ke wajah Kevin. “ Aaah, abstrak gitu.
Jangan-jangan itu aku?” Dengan PeDenya Kevin meng-claim kalau gambar itu adalah
dirinya. Tentu saja bukan, pikir Kevin ketika melihat dengan serius gambar itu.
Siswa sudah banyak yang berlalu lalang. Tak banyak yang Jane
lakukan, konsentrasinya semakin buyar. Ia tak bisa menyelesaikan gambarnya.
Rasanyapun tak enak saat dilihat orang ia tengah duduk berdua dengan Kevin.
Iapun pergi meninggalkan Kevin dengan menyisakana setengah susu hangat yang
dibelikan Kevin tadi.
Jane berjalan sambil memeluk papan gambarnya. Dalam hati ia mengatakan, aku akan menunjukkan
gambar ini ke dia. Aku janji gak akan ngejar-ngejar dia lagi kalau dia nggak
sadar gambar ini adalah dirinya.
Sampai di depan lab kimia ia berhenti. Ia tahu orang yang ia tunggu
sebentar lagi akan lewat. Benar saja, orang itu datang. “ Ehh, Hai…. Tunggu
sebentar,” Jane mengulurkan tangannya ketika orang itu tidak berhenti ketika ia
meyapanya. “ Apa, Jane?” kata orang itu dengan senyum cerahnya. “ Kau tahu ini
siapa? Coba lihat!” Jane menyerahkan gambar itu. Ia berdo’a semoga orang itu
tahu kalau gambar itu adalah dirinya. Ia terus memohon dan bersolawat, namun “
bagus Jane gambarmu. Em, sorry aku buru-buru.” Orang itu membuat harapan Jane
pupus. Ia sadar, kalau orang itu tak punya perasaan sama dengannya. Sesuai
janji, ia tak akan mengejar orang itu lagi.
“ Jane?” Kevin kembali menghibur Jane yang tengah meratapi
gambarnya. Matanya merah berkaca-kaca. Belum sempat ia menjelaskan apa yang
terjadi kepada Kevin. Sebagai teman, Kevin sudah tahu apa yang ia rasakan.
Karena dari tadi Kevin mengikuti Jane.
“ Itu Sugas, kan?” Kata Kevin menahan tawa.
“ Kenapa? Tertawalah, nggak usah di tahan,” jawab Jane dengan
jengkel kemudian menarik dasi Kevin dan berjalan meninggalkan lab kimia.
##
Sejak kejadian di lab kimia itu, Jane tak menghiraukan saat Sugas
berpapasan dengannya. Ia yang biasanya menonton Sugas main basket saat pulang
sekolah, sekarang tak lagi. Ia menggunakan waktunya untuk bermain piano di
ruang music. Itu lebih menyenangkan
daripada melihat sesuatu yang saat ini dianggapnya tidak begitu penting.
“ Jane!!! Ternyata kau disini,” teriak Kevin yang tiba-tiba membuka
pintu. Janepun terus membiarkan jarinya menari di atas tuts piano itu. Karena
merasa tak dihiraukan, Kevinpun menarik pipi kanan Jane “ Wah, hebat juga. Ternyata kamu pianos?”
“ Heyy, sakit Keviiiiinn. Pianis bukan pianos,” Jane mengusap
pipinya dan menarik hidung Kevin yang agak mancung.
##
Acara seminar itu melibatkan Jane sebagai bintang tamu. Semuanya
berkat Kevin, ia mempromosikan ke sebuah acara seminar pembukaan bookstore
kalau Jane berbakat bermain piano.
Aroma AC, rasa dingin semakin terasa. Detak jantung berdegup tak
tentu. Jane sudah siap dengan pakaian pianisnya. Meskipun seminar kecil, namun
ini menjadi yang pertama untuknya. Ia sudah siap duduk di depan pianonya dan
menunggu tirai merah terbuka.
Perlahan, tirai terbuka dan suara penonton bertepuk tangan
untuknya. Ia tak langsung bermain, ia tengah mencari seseorang . Yaps, Kevin.
Ternyata Kevin sudah duduk di kursi penonton paling depan. Janepun memainkan
pianonya setelah Kevin memasang dua jempol untuknya.
Irama lagu yang menyayat hati. Membuat penonton semakin terpana
melihat permainan Jane. Disitu juga ada Sugas. Ia datang ketika pertengahan
permainan.
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar