Tak Kan Ku Adu
Oleh: Setia Wahyu Utami
Pagi hari yang cerah. Dengan
latar di halaman belakang rumah. Pohon ceremai yang tumbuh subur dan dua
kurungan ayam yang menghiasi halaman.
Disanalah, seorang anak lelaki yang bernama Dayat tengah memandikan ayam jagonya
yang diberi nama Bibit.
Dayat : (Berjongkok sambil
membasuh bulu ayam) “ Bibit, jagoku yang pintar. Asal kamu tahu, aku tidak akan
mengadu kamu. Meskipun takdirmu sebagai ayam adu sih.”
Kemudian datanglah Ayah Dayat
yang sudah lengkap dengan caping di kepala dan cangkul di pundaknya.
Ayah Dayat : “ Wah! Sudah makan
apa belum si Bibit? Sudah jam berapa ini, Yat?”
Dayat : ( Menepuk dahi ) “ Hadah,
iya saya terlena. Terimakasih, ayah sudah ngingetin saya.”
Ayah Dayat : ( Melepas dan kembali
memakai caping ) “Ingat tidak pesan ayah
dulu, ketika pertama kali Bibit kamu beli?”
Dayat : “ Pasti ingat lah. Jangan
sia-siakan binatang peliharaan dan jangan gunakan ayam untuk berjudi. Hehehe“ (
Tersenyum bangga )
Ayah Dayat : “ Pintar kamu. Ya
sudah, ayah berangkat ke sawah dulu. Sudah ditunggu Mas Rio di seberang sana.
Assalamualaikum”
Dayat : “ Waalaikumsalam” (
Mencium tangan ayah )
Suara burung yang berkicau
terdengar menyejukan hati. Begitupun si Bibit. Dia tidak mau kalah dan mulai
mengeluarkan kukuruyuknya. Kemudian datanglah Freniko dan Arwanda yang juga
membawa ayam jago.
Freniko : “ Hai, bro!”
Dayat : ( Terkejut ) “ Woih,
kalian! Tumben kesini?”
Arwanda : ( Tersenyum sinis ) “
Hehe. Kami mau ngajak kamu bisnis. Lumayan lhoh, mau nggak?”
Dayat : ( Mengernyitkan dahi ) “
Apaan? Jangan bilang kalian mau adu ayam.”
Freniko : ( Merangkul pundak
dayat) “ Tepat! Besok ada adu ayam di balai desa. Yang menang hadiahnya
lumayan, bisa beli ternak anak dua kandang.”
Arwanda : “ Lagian sayang kan,
kamu punya ayam jago sekeren si Bibit hanya kamu biarkan di rumah tanpa pernah
bertarung. Bisa-bisa jadi ayam banci. Hahaha “ ( Tertawa sengit )
Dayat : ( Menolak halus ) “ Maaf.
Sepertinya tidak cocok buat aku dan bibit. Lebih baik kalian sajalah.”
Freniko : ( Melepaskan rangkulannya) “ Ayolah, bro. Bukannya kamu ingin ternak ayam juga?”
Dayat : ( berfikir sejenak )
“ Memang. Tapi aku sudah janji sama ayah
untuk tidak mengadu si Bibit. Kata ayah, hal semacam itu sama saja berjudi.”
Arwanda : “ Tenang saja. Besok
biar aku sama Freniko yang ngurus semua biar ayah kamu tidak tahu kalau kamu
ikut adu ayam.”
Dayat : “ Beneran? Boleh-boleh
saja kalau begitu. “ ( Setelah itu kembali ragu )
Freniko : “Deal kan?”
Dayat : ( Menatap Freniko ) “
Deal! Tapi bagaimana si Bibit bisa menang? Dia kan tidak pernah bertarung”
Arwanda : “ Saat ini juga kita
latihan. Kita coba si Bibit lawan ayam ku.”
Dayat : “ Latihan aman kan?”
Freniko : “ Iya, aman! Percaya
deh “ ( Mengedipkan matanya ke Arwanda)
Dayat yang semula ragu, akhirnya
terhasut oleh Freniko dan Arwanda. Merekapun mulai mengadu ayam. Di tengah pertarungan, si Bibit tekena jalu
ayamnya Arwanda dan membuatnya terkapar tak berdaya di tanah.
Dayat : ( Panik dan berlari ke
Bibit ) “ Oh tidak!! Bibit!! “
Freniko dan Arwanda : ( Tos ) “ Mantab!”
Arwanda : ( Mengambil ayamnya ) “
Sudah cukup latihannya. Terimakasih Dayat atas pertarungannya. Yuk, Nik kita
balik”
Freniko : “ Ayok! Hebat benar
ayam kamu!”
Freniko dan Arwanda meninggalkan
Dayat sendri yang tengah meratapi si Bibit.
Dayat : ( Berteriak ) “ Kalian
selalu saja mempermainkan ku.!Boleh kalian menyakitiku, tapi jangan si Bibit! “
Kemudian datanglah Ayah Dayat
yang baru pulang dari sawah bersama seseorang.
Ayah Dayat : ( Dengan bangga ) “
Ini ayam anak saya, Mas. Besar dan sehat.”
Mas Rio : ( Tersenyum ramah ) “
Hanya terlihat ekornya kok, Pak.”
Ayah Dayat : ( Mencolek punggung
Dayat) “ Dayat, ini ada Mas Rio mau lihat ayam kamu.”
Dayat : ( Berbalik badan dengan wajah sedih ) “ Maafkan saya, Yah.
Saya mengingkari janji. Si Bibit terluka.”
Ayah Dayat : “ Astagfirullah,
Dayat! Bagaimana bisa? Baru saja ayah tinggal sebentar ke sawah. Jangan bilang
kalau kamu mengadunya.”
Dayat : ( Tergagap takut ) “ I I
iya , Yah. Ta ta tadi sama Freniko dan Arwanda.”
Mas Rio : “ Maksud kamu Niko?
Adik saya?”
Dayat : ( Mengangguk ) “ Saya
tergiur omongan mereka. Katanya besok ada adu ayam di balai desa dengan hadiah
yang lumayan buat para pemenang.”
Mas Rio : “ Sudah, jangan sedih.
Niko memang usil anaknya. Nanti biar saya beri pelajaran anak itu. Memangnya,
berapa harga si Bibit? Biar saya yang ganti rugi”
Ayah Dayat : “ Wah, tidak perlu
Mas Rio. Nanti saya kasih jamu juga sembuh si Bibit.”
Dayat : “ Bibit tidak mati kan,
Yah? “
Ayah Dayat : “ Tidak. Sekarang,
kamu antarkan Mas Rio ke depan. Disini panas. Biar ayah yang ngurus si Bibit.”
Dayat : “ Siap, Yah!. Eng,
maafkan saya, Ayah “ ( Memeluk Ayah )
Ayah Dayat : “ Iya, Ayah maafkan
kok. Cepetan antar Mas Rio ke depan.”
Akhirnya Dayatpun mengantar Mas
Rio ke depan dan Ayah Dayat mengurus si Bibit yang tengah sekarat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar