Farhan, Senior Ku
Pernah sesekali terbesit di benakku betapa beraninya
R.A Kartini. Wanita hebat yang pemberani kala itu. Sampai-sampai aku berangan,
apa bisa aku se-pemberani Ibu Kartini? Sejak saat itu
aku bertekad untuk berani
dalam apapun, termasuk bergaul dengan siapapun.
Bulan Juni 2015 awal aku kenal dengan cowok itu.
Namanya Farhan, dia adalah seniorku. Berawal dari keisenganku like dan komen
di status fb nya sampai akhirnya chattingan setiap selesai solat tarawih.
Posisinya waktu itu dia kelas XI dan masih prakerin ( praktik kerja industri ) .
Jujur, aku tidak tahu siapa dia meskipun kita satu organisasi. Tapi dia tahu kalau aku juniornya. Siapa sangka
kalau candaan kecil membuatku mulai mengagumi, bahkan menyukainya. Ya bisa
dibilang jatuh cinta diam-diam.
Masih di bulan yang sama. Organisasi kami mengadakan
acara buka bersama. Berhubung aku juga panitia, tentu saja aku mengundangnya.
Sekalian mengobati rasa penasaranku dan perdana melihat wajah si Farhan ini.
Sungguh, keberuntungan memihakku saat itu. Aku bertugas sebagai penerima tamu
dan mengawasi apakah para tamu mengisi daftar hadir atau tidak. Awalnya memang
jenuh dan membosankan. Namun, semuanya berubah ketika aku menoleh ke arah koridor penghubung ke
parkiran motor seseorang mengejutkanku. Ia dengan gagahnya berjalan mengenakan
kemeja abu-abu. Ia sampai di depanku dan tersenyum. Apa dia si Farhan itu?
Fikirku demikian.
“ Kak, isi dulu,” kataku sambil memutar buku daftar
hadir tamu.
“ Disini ya?” tanyanya karena bingung dengan urutan
kolom.
Aku Cuma bilang hm, dan benar saja itu Si Farhan.
Setelah itu, dia tersenyum kepadaku dan masuk ke ruangan.
Di akhir acara, aku berdiri di depan sisa buah
semangka dengan Bang Cipleng. Dialah orang yang selalu menemaniku kalau ada
acara makan-makan. Ketika asyik kami bercanda, Farhan menghampiri kami. Ia makan
semangka dan lagi-lagi tersenyum kepadaku dan Bang Cipleng. Ah, ternyata mereka
akrab. Kenapa Bang Cipleng tidak memberitahu ku? Karena merasa dicuekin, akupun mulai bicara.
“ Hai kak. Kamu Kak Farhan kan? Yang di fb itu?”
“ Iya, kamu Miya kan?” jawabnya ramah.
“ Heeheee,” akupun tersenyum meresponnya.
Momen buka bersama itu awal aku dan Farhan smsan.
Kamipun semakin akrab. Bahkan, ketika acara sedekah bumi di tempatnya aku
datang. Acara itu beberapa minggu setelah lebaran. Namun, aku kecewa sama dia. Ketika acara sedekah
bumi di tempatku dia tidak datang. Dengan alasan dia ke rumah temannya. Meski di rumahku ramai, teman-teman datang. Aku merasa ada yang
kurang. Padahal, di jauh-jauh hari sudah aku beri tahu. Di hari itupun aku
sudah ngirim banyak sms dan miss call beberapa kali. Namun, semua gak ada
jawaban. Sampai-sampai, aku menitikkan air mata karena kecewa dengannya. Untungnya ada sahabat yang selalu menghiburku dan menasihati agar tak menangis gra-gara dia.
Malam hari, setelah solat magrib. Dia sms aku.
Sempat aku ogah membuka sms darinya. Entah kenapa aku malah membuka pesan
yang isinya, “Miya maaf ya. Maaf banget, aku gak bisa datang”. Aku berdecak dan dengan mudah aku memaafkannya.
Kejadian itu perlahan tak ku ungkit lagi. Bulan Juni
dan Juli sudah berlalu. Akupun sudah kelas XI dan dia kelas XII. Saatnya aku menikmati hidup dan perjuangan di
bulan Agustus. Di bulan ini, dia ulang tahun yang ke-17. Aku senang melihatnya.
Meski tak bisa memberikan apapun, mengucapkan hbd untuknya saja aku sudah
bangga. Bahkan dengan berat hati aku
mengatakan semoga dapat yang terbaik kelak.
Agustus bulannya pramuka. Mimpiku pun kenyataan di
tahun ini. Ikut menyemarakkan dan partisipasi di dalamnya adalah impianku.
Ajang beken kirap panji antarSMA se-kabupaten Rembang merupakan perlombaan
terhebat yang aku ikuti selama sekolah di SMK ini. Aku berada di barisan tengah
terakhir karena memang tinggi ku paling rendah dari teman-teman yang lain.
Kuasa Alloh memang Alhamdulillah luar biasa. Aku merasakan aura Farhan di
belakang ku. Yap, ia dan teman-temannya menjadi pagar betis tim kami. Bahagiaku
tak sampai situ saja, ketika berfoto bersama teman-temanku eh dia malah ikutan.
Akhirnya, aku hanya meminta kami foto berdua saja. Sebagai kenang-kenangan.
September 2015. Rasa suka ku terus bertambah karena
sering ketemu dia di sekolah. Apapun aku lakukan agar bisa mengejarnya. Walau,
rasa sakit atas semua ini tak masalah. Aku senang ketika melihatnya tertawa
lepas ketika main voli bersama teman-temannya. Yap, voli. Bahkan, olahraga ini
membuatku semakin nempel sama dia. Mungkin, orang memandangku modus ketika aku
minta dia mengajariku passing atas yang benar. Sebenarnya aku tulus karena
memang pengen bisa dan ada tes olahraga
passing atas.
Setiap pulang bareng, selalu aku hitung berapa kali
momen seperti itu. Dua kali. Pertama, ketika aku masuk pramuka sampai jam 17.30 WIB kami pulang bareng. Kedua, ketika dia main voli dan aku ada urusan organisasi
kebetulan selesainya juga bareng pulangpun bareng.
Desember 2015. UAS I telah dilaksanakan. Tak mungkin
seorang siswa melewatkan momen pengambilan raport. Seperti biasa, ibu dan kakak
ku yang mengambilkan raportku. Aku membuka sampul kaku itu dan melihat nilaiku.
Alhamdulillah, bagus. Ketika hendak naik ke lantai dua, aku berpapasan dengan
Farhan. Aneh, kenapa dia naik ke lantai dua? Itukan ruangan anak TKJ buat
ambil raport. Aku yang penasaranpun menghampirinya.
“ Kak Farhan! Kok disini?”
“ Iya, itu nungguin teman. Sekalian diambilin
raportnya sama ibu,”
“ Ohh gitu. Gimana nilaimu? Bagus kan?” tanyaku penasaran dengan raport yang ada ditangannya.
“ Ahhh, apaan. Jelek-jelek. Haha,”
Setelah penerimaan raport itu, kami jarang smsan dan chattingan. Semua itu karena dia akan lebih fokus menyiapkan mental dan belajar untuk try out dan ujian nasional. Maklum lah sudah kelas XII. Aku merasa kesepian, karena nggak ada lagi ramainya sms Farhan.
Sahabatku pun datang membantuku melupakannya. Namanya Evi. Dia selalu memberiku kegiatan agar bisa melupakan Farhan. Mulai dari menggambar, menyanyi, buat video, dan mengingatkanku bahwa orang cuek seperti Farhan nggak perlu lagi terlalu berat difikirkan. Aku dan Evi menghabiskan waktu bersama di sekolah. Hal ini tentu membantuku agar tidak bertemu lagi dengan Farhan dan cepat melupakan perasaanku padanya.
Sampai akhirnya, tahun baru 2016. Tak ada sms ucapan happy new year dari Farhan, akupun tak mengucapkan untuknya. Ku nikmati sendiri malam tahun baru di alun-alun kota Rembang bersama tanteku
Good bye 2015, Good bye Farhan
***
April 2016. Tak ada cerita tentangnya lagi di bulan Januari, Februari, Maret 2016. Aku disibukkan prakerin dan tentunya tak di sekolah lagi. Aku merasa berubah dari segi manapun. Empat bulan terakhir ini aku berhasil
menghapusnya. Memang sepertinya sudah lenyap. Walau aku sempat memberinya semangat ketika UN
kemarin. Tak ada lagi yang harus aku kejar dan perjuangkan tentang mimpi
bersama Agus. Padahal aku bisa melupakannya dan mulai menerima takdir. Ketika
merasa I’m give up, dia kembali
membangunkanku.
Malam itu, ketika aku sedang membuat laporan
prakerin hpku bergetar. Aku menatap layar hpku sejenak dan satu pesan belum
terbaca. Itu sms dari Farhan. Dia bertanya, apa prakerinku sudah selesai apa belum.
Langsung lah aku jawab belum. Kami smsan sampai larut malam. Ketika memasuki
pukul 22.00 WIB. Aku memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu. Aku tidak
ingin memendam sendirian dan dia layak tahu apa yang terjadi selama ini. Meski ini hal konyol yang cewek lakukan ke cowok, tapi tak masalah buatku.
“Kak, aku mau ngomong sesuatu,” tulisku dalam sms itu. Tak berapa lama smsku terkirim, dia pun membalas “ Ngomong apa? Silahkan”
“Dulu nih ketika kamu masih jadi kakak kelasku. Aku
suka sama kamu lhoh. Aku terus berharap kamu balas sms dan chatt aku, berharap
ketemu di jalan atau koridor sekolah, sampai-sampai aku buat cerpen yang isinya
tentang kamu. Jujur ini, berhubung kamu mau lulus, aku ya PeDe ngungkapin
semuanya. Hhee”
“ Masa sih? Kok sampai segitunya. Aku benar-benar
nggak nyangka,”
“ Nggak peka ya? Eh, tenang aja. Sekarang aku sudah
menerima keadaan kok. Santai aja kak”
“Maaf ya, Setia. Aku nggak bisa ngasih yang terbaik
buat kamu. Tapi aku suka semangat kamu. Hehe,” Membaca sms itu, membuatku
menangis. Bukan karena sedih atau apa. Justru membuatku senang. Aku yang dari
awal ingin pemberani seperti R.A Kartini, lambat laun mencoba membuktikannya. Saat ini, cukup menganggapnya sebagai kakak laki-laki yang sempat aku kagumi. Tak perlu berharap lebih dari dia, yang penting masih terus komunikasi dan akrab tanpa ada lagi yang tersakiti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar